Rabu, 13 April 2016

Danau Maninjau, kedamaian di ranah minang


Danau Maninjau Suamatera Barat

 "Vita kamu harus ke Danau Maninjau, disana indah sekali"
Ujar ibu Yeni, seorang ibu baik hati yang sudah memberi saya tumpangan menginap saat di Lembah Harau yang akhirnya membuat saya luluh dan memutuskan untuk berkunjung ke Danau Maninjau.


Pernahkah sebelumnya tidak tertarik untuk berkunjung kesuatu tempat karena kita melihat foto-foto dari google yang menurut kita kurang indah, tapi justru ketika kita sudah berkunjung ketempat itu malah kita jadi jatuh cinta..
Nah ini pengalaman saya, yang sebelumnya sangat menghindari untuk berkunjung ke Danau Maninjau sebagai tujuan saat ke Sumatera Barat. Waktu saya lihat dan cari infonya di google, sebagai salah satu destinasi favorit wisata di Sumatera Barat menurut saya Danau Maninjau itu biasa banget tapi setelah saya coba bertanya keteman-teman yang orang minang, malah banyak yang menyarakan agar saya berkunjung kesana. Akhirnya ego saya pun luluh. Benar kata pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang.
Dari Kota Bukit Tinggi, perjalanan ke Danau Maninjau ditempuh sekitar satu setengah jam dengan naik mobil travel yang tarifnya sekitar Rp 30.000 - 40.000. Jujur, niat awalnya saya cuma ingin nenda dipinggir danau dan tidak ada persiapan sama sekali untuk penginapan.  Tapi ketika sampai di Danau Maninjau itu malam, saya sendiri pun bingung mau nenda dimana, karena disana kawasan perkampungan apalagi adat masyarakat budaya minang sendiri yang sangat menjungjung tinggi kehormatan perempuan. Semacam ada larangan yang tidak memperbolehkan perempuan diluar rumah pada malam hari. Hal tersebut tidak tertulis secara langsung, saya ketahui dari supir travel yang saya tumpangi, ya semacam kearifan lokal. 
Akhirnya saya membatalkan rencana kemah saya dipinggir Danau Maninjau. Saya pun bingung mau tidur dimana dan saya tidak punya cukup uang untuk menginap dipenginapan disekitar danau yang tarifnya mulai dari Rp 300.000. Abang supir travel saya pun memberi bantuan dengan mencarikan penginapan. Akhirnya, dapat juga penginapan yang murah meriah dari kenalan adek si abang supir travel tersebut yang notabene teman adiknya itu adalah pemilik hotel. Dengan tarif sekitar Rp 100.000 permalam, akhirnya malam ini saya bisa beristirahat di Muaro Beach Hotel dengan kamar menghadap danau.
Paginya sekitar pukul 05.00, saya terbangun mendengar suara gemericik air, karena ada sungai kecil didekat kamar. Saya pun mencoba keluar kamar untuk berburu sunrise. Namun karena ini di Sumatera, jadi matahari terbitnya  telat 30 menit dari wilayah Jawa.

Blue Hour
Saat saya keluar kamar, langit mulai berwarna ungu. Walau belum ada pertanda matahari akan terbit, tapi saya selalu suka warna langit sebelum sunrise, yaitu blue hour yang juga terjadi saat matahari sudah terbenam atau sunset.

Cantiknya langit sebelum sunrise
Buat saya, blue hour warna langitnya selalu memberi ketenangan dijiwa setiap kita menikmatinya. Biasanya langit akan berwarna-warni dan berpadu diantara biru, ungu, pink, merah dan juga oranye, semua tergantung lokasi dan kondisi cuaca. Melihat semua keindahan itu, saya merasa langit seolah mengajak saya menari.



Matahari mulai menyinari sudut-sudut danau

Setelah kurang lebih sekitar 1 jam, langit pun mulai terang. Ternyata posisi kamar saya membelakangi matahari terbit atau menghadap kebarat, tapi tetap saja, langitnya terlihat cantik sekali pagi ini. Ternyata, orang yang bilang kalau pagi di Danau Maninjau itu indah bukan hanya sekedar omongan.


Hangatnya mentari pagi di Danau Maninjau
Semakin lama matahari pun mulai meninggi. Sudut-sudut desa disekitar Danau Maninjau mulai dibasuh dengan cahaya matahari. Cantik dan mendamaikan, itulah pagi di Danau Maninjau yang penuh kehangatan. Rasanya saya tidak mau beranjak walau hanya sedetik bahkan untuk sarapan meninggalkan teras kamar saya, demi menikmati pagi yang penuh kedamaian ini.


Masyarakat desa mulai beraktivitas
Masyarakat sekitar mulai terlihat melakukan aktvitasnya. Melihat semangat masyarakat setempat beraktivitas, akhirnya saya pun beranjak dari teras kamar. Seolah tidak mau hanya dengan berduduk santai pagi ini diteras kamar, saya memutuskan untuk melakukan yoga dipinggir Danau Maninjau.


Yoga di Danau Maninjau
Sejujurnya saya bukan orang yang suka melakukan yoga, tepatnya jarang. Jadi saya sendiri tidak begitu paham bagaimana tata cara yoga yang benar. Tapi saya mencoba untuk duduk bersila dipinggir danau sambil memfokuskan pikiran saya dengan hal yang menyenangkan dan memberi kedamaian. Dengan perlahan saya menghirup udara yang sangat sejuk dipagi itu, sambil mensyukuri semua nikmat yang Tuhan beri untuk saya, termasuk bisa menikmati pagi yang indah ini di Danau Maninjau.


Olah raga pagi di tepi Danau Maninjau


Saya sangat tidak menyesal sudah berkunjung ketempat yang indah ini karena sebelumnya Danau Maninjau bukanlah tempat yang saya tuju, justru akan jadi penyesalan jika saya tidak pernah berkunjung ke salah satu tempat terindah di Sumatera Barat ini.


Suasana Danau maninjau yang mendamaikan

Anjing pemilik hotel yang bersahabat 
Hari semakin siang. Tidak mau hanya bersantai dikamar, saya memutuskan untuk pergi ke Puncak Lawang agar bisa menikmati seluruh keindahan Danau Maninjau dari atas bukit.


Danau Maninjau dari Puncak Lawang
Dengan jasa ojek yang disediakan pihak hotel saya pun berangkat. Namun saya tidak terlalu lama di puncak lawang, karena lapar saya kembali ke penginapan untuk makan siang dan berkeliling sekitar Danau Maninjau dengan rencana sorenya kembali lagi ke Puncak Lawang untuk hunting sunset, karena konon sunset di Danau Maninjau itu sangat indah .

Sekitar 45 menit perjalanan turun dari Puncak Lawang, saya kembali ke hotel sebentar. Entah kenapa, rasa lapar saya tiba-tiba hilang berubah jadi rasa penasaran. Iya, saya penasaran, ingin sekali mengitari sepanjang jalan Danau Maninjau,
Lanjut dengan menyewa jasa ojek, saya pun menyusuri sepanjang jalan yang mengitari Danau Maninjau. Sepanjang jalan di sudut Danau Maninjau akan disuguhksn indahnya suasana pedesaan dan perbukitan. Walau matahari siang ini cukup terik, tapi tetap terasa sejuk. Persawahan dan tambak ikan, pemandangan yang sering kita jumpai di wilayah sekitar Danau Maninjau. 


Wilayah peternakan ikan di Danau Maninjau
Well, sepertinya tidak cukup satu hari untuk berkeliling danau. Danau Maninjau adalah danau terluas ke-2 di Sumatera Barat. Danau ini benar-benar luas sekali. Bingung mau kemana, motor pun terhenti disebuah tempat pelelangan ikan hasil dari keramba milik warga di sekitar Danau Maninjau. 

Saya pun tak lama, karena langit terlihat mulai mendung. Akhirnya saya memutuskan kembali kepenginapan sekalian untuk makan siang. Perjalanan sekitar kurang lebih 1 jam. Saya makan disebuah rumah makan yang lokasinya tidak jauh dari penginapan saya. Rendang daging sapi, masih menjadi makanan yang saya cari setelah sempat makan Nasi Kapau tapi ternyata Rendangnya adalah ayam. 


Kuliner yang didominasi ikan
Ternyata tidak ada Rendang, karena disekitar danau jadi menu andalannya adalah ikan. Untungnya ada menu ikan bakar, salah satu makanan favorit saya. Dengan view menghadap indahnya Danau Maninjau saya pun mengisi perut..Subhanallah, rancak bana.
Saat saya sedang makan, tiba-tiba hujan pun turun deras dan cukup lama. Wah kalau begini sepertinya niat utuk kembali ke Puncak Lawang saya urungkan. Karena pasti cuaca diatas pun tidak bagus seperti dibawah. Kemungkinan saya akan menikmati sunset Danau Maninjau dari depan kamar saya saja.

Selesai saya makan ternyata masih gerimis. Akhirnya saya langsung kembali kepenginapan berjibaku dengan gerimis, untungnya rumah makan tidak jauh dari penginapan saya. 

Nelayan yang masih bersemangat walau cuaca tidak bersahabt
Saat saya sampai dipenginapan, saya sempat tertidur sebentar. Berharap cuaca sore ini cerah, ternyata tidak. Langit masih mendung dan sedikit gerimis. Yang pasti sore ini tidak ada sunset. Diantara gerimis nampak sang nelayan sedang menjala ikan. Ada semangat mencari setitik rezeki ditengah mendung, sedangkan saya hanya hanyut disuasana cuaca yang mendukung ini, mendukung untuk menggalau..hehehe.


Senja yang terhalang mendung
Keesokan paginya saya terbangun di udara dingin yang sangat menyegarkan. Rasanya berat untuk beranjak dari kasur, hanya ingin bersembunyi dibalik selimut. Sayangnya saya tak bisa berlama menikmati semua ini, karena pagi ini saya harus bersiap untuk melanjutkan tujuan saya berikutnya ke Kota Solok dalam melakukan perjalanan ke Jambi untuk pendakian ke Gunung Kerinci.


Pagi yang sejuk setelah semalaman hujan
Pagi yang selalu cantik di Danau Maninjau
Sekitar pukul 7.30, saya sudah selesai berkemas dan meninggalkan kamar. Kurang lebih satu jam saya masih menunggu jemputan travel untuk ke Bukit Tinggi, lebih dari jam yang sudah disepakati. yaitu jam 8. Walau harus menunggu lama, saya merasa sangat tidak keberatan, Tuhan seolah memberikn saya kesempatan walau satu jam lagi untuk menikmati indahnya danau terbesar ke-2 di Sumatera Barat ini.
Diantara waktu saya menunggu, saya sempat mengobrol dengan pemilik hotel. Namanya bang Yogi. Dia adalah orang minang, penduduk lokal di Danau Maninjau. Hotel Muaro Beach dibangun oleh orangtuanya, yang kini ia membantu mengelola hotel peninggalan orangtuanya tersebut.
" Orang minang saat ini cuma jadi orang minang, Kabaunya ditinggalkan"
  Ujar uda Yogi, dengan wajah penuh harapan.

Sebagai orang minang asli yang masih sangat menjaga kearifan lokal, ia bercerita tentang bagaimana masyarakat minang masa kini yang hanya bangga menjadi orang minang namun tidak turut melestarikan budaya. Ia pun bercerita, di menit-menit terkahir sebelum jemputan travel saya tiba, tentang program yang akan ia buat untuk mengajak para putra putri minang untuk semakin mengenal kebudayaan lokal yang hampir ditinggalkan.

                               
                                   Hening

Suasana pagi di desa sekitar Danau Maninjau


Tidak ada komentar:

Posting Komentar